KISAH NYATA PETERNAK JANGKRIK YANG SUKSES
Walaupun ini bukan kisah sukses saya, tapi nggak ada salahnya jika anda membaca kisah sukses Bpk Junaidi ini ...
Junaidi, Sukses Dengan Beternak Jangkrik
Tak harus punya usaha besar untuk membuka lapangan kerja. Beternak jangkrik pun bisa memberikan peluang. Bahkan bisa membantu menjaga kebersihan dengan mengumpulkan limbah-limbah sayur untuk pakan jangkrik dari pasar. Itu sudah dibuktikan Junaidi (43), pria yang mulai berhasil beternak jangkrik di Tiban. Bagaimana ia menjalani usahanya?
Tempat beternak jangkrik milik Junaidi berada di dua tempat. Pertama di jalan Komplek Bapindo, jalan Sanur Blok B No B2, Tiban I. Persis berbelakang dengan rumahnya yang berada di Blok D No C3. Di rumah tipe 37 dan bercat merah mudah itu, Junaidi mulai mengembangkan usaha ternak jangkrik.
Kemarin siang, Batam Pos mendatangi rumah ternak jangkrik itu. Ditemani Junaidi, wartawan koran ini melihat seluruh tempat beternak jangkrik yang dimulai sejak awal Desember 2008. Rumah yang disewa Rp6 juta setahun itu, benar-benar dimamfaatkan keseluruhannya untuk tempat memelihara jangkrik.
Begitu memasuki rumah sudah ada ada kotak-kotak dua tingkat berjejer. Suara jangkrik menyambut dan memecahah kesunyian di rumah itu. Di ruang depan ada dua puluh kotak berukuran 120 sentimeter kali 90 sentimeter. Di dalam kotak yang terbuat dari triplek itulah jangkrik-jangkrik dikembangbiakkan. Ratusan jangkrik memenuhi tiap satu kotak.
Masuk lebih dalam lagi, katak-kotak serupa ditemui. Di kamar yang dulunya kamar tidur, di dapur hingga ke lantai dua rumah itu. ”Di sini ada 50 boks. Satu boks itu berisi satu ons (jangkrik). satu ons sekitar 200-an (jangkrik),” ujar Junaidi saat ditemui di rumahnya, kemarin.
Selain di Tiban I, tempat beternak jangkrik milik Junaidi berada di kawasan Industri Sekupang. Di tempat ini lebih besar lagi karena bangunannya bekas tempat perusahaan. Di sini, jumlah kotak pemeliharaan jangkrik ada 260 kotak.
Kotak pemeliharaan jangkrik itu memamfaatkan bahan-bahan bekas. Mulai triplek, tempat perlindungan jangkrik dari tatakan telur, hingga pelindung kotak yang menggunakan bekas kertas foto ronseng. Tidak hanya tempatnya, pakan jangkrik juga memamfaatkan limbah sayur dan makan yang diperoleh dari pasar. Seperti sawi, mi kering, kepala ikan, dan roti.
Untuk mendapatkan itu, setiap malam pria asal Bengkalis ke Pasar Pagi Jodoh mencari limbah sayur. Bersama karyawannya sekitar pukul 23.00 WIB, ia ke pasar berburu limbah sayur, mi, roti, dan kepala ikan. Satu malam ia bisa mengumpulkan 80 kilogram sayur sawi.
”Itu untuk sekali makan. terus ditambah sayur kangkung yang didapat dari rawa-rawa, jadi satu hari sekitar 120 kilogram sayur untuk makanan jangkrik,” beber Manajer Operasional Prima Tour and Travel ini.
Beternak dan memelihara jangkrik, bagi Junidi, seperti merawat bayi. Tidak boleh kena hujan dan harus telaten. Jangkrik-jangkirk itu diberi makan dua kali sehari, pagi dan sore hari. Makanya, Junaidi membagi tugas karyawannya. Ada yang bertugas mencari pakan dan ada yang bertugas merawat setiap hari.
Beternak jangkrik dimulai Junaidi secara tidak sengaja. Ia pernah melihat jangkrik yang didatangkan ke Batam melalui bandara Hang Nadim Batam. Ia pun bertanya-tanya dan mengetahui jangkrik tersebut didatangkan dari Jawa untuk makanan burung piaraan. Karena belum ada di Batam, jangkrik itu masih didatangkan dari Jawa. Mulai dari situlah Junaidi melihat peluang.
”Kemudian saya baca-baca Alquran. Saya pernah jatuh bangun dalam usaha. Ternyata gak boleh pake nafsu, harus pake hati,” katanya.
Ia pun mulai coba-coba awal Desember lalu. Dengan karyawan dua orang, di rumah yang tepat berbelakangan dengan rumahnya ia mulai beternak jangkrik. Awalnya ia membeli satu ons atau sekitar 200 jangkrik dari Jawa untuk eksprimen. Kemudian ia membeli jangkrik sepuluh kilo untuk dikembangkan dalam 50 kotak. ”Modal awalnya itu satu boks Rp80 ribu,”ungkapnya. Dengan 50 kotak yang masing-masing berisi satu ons jangkrik atau 200-an, ia bisa menghasilkan berkilo-kilo jangkrik yang siap dijual. Satu ons telur jangkrik bisa berkembang menjadi 6-7 kilo jangkrik.
Setelah eksprimennya mulai menunjukkan hasil, Junaidi memperbesar usahanya. Ia pun menambah karyawan menjadi 53 orang. Ia menambah tempat usaha di kawasan Industri Sekupang. Di tempat itu, Junaidi membuat 260 kotak. Sekali panen secara keseluruhan tempat peternakan jangkrik bisa menghasilkan 350 kilo jangkrik.
Jangkrik itu di jual ke toko-toko pakan di Batam, Tanjungpinang, dan Tanjungbalai Karimun. satu kilo ia jual Rp90 ribu. ”Masih untuk pasar lokal. Kedepannya bisa ke Singapura. Tapi untuk sini saja, kebutuhan itu belum terpenuhi,” katanya. ***(Sumber : Batam Pos)
=================================================================
Wardi Menjemput Rezeki Dengan Ternak Jangkrik

Untuk mendapatkan koleksi sebanyak itu, ayah tiga anak itu, sampai harus berburu ke wilayah Cikarang, Bekasi, Tambun hingga kembali ke Tangerang. “Saya mendapatkan banyak pengalaman dari perjalanan saya sebagai pecinta jangkrik,” ujarnya.
Perburuan mencari jangkrik lima tahun lalu memang tidak mudah karena menapaki lokasi persawahan dengan lampu kecil dan lainnya. Perburuan pun pernah dilakukannya hingga sore dan malam hari. Ia pun mengaku terpaksa mengkonsumsi jangkrik saat tidak ada makanan waktu berburu di tengah malam.
“Saking laparnya dan tidak ada makanan, saya sama teman-teman makan jangkrik. Saat itu jangkriknya dimasak tanpa minyak dan menggunakan wajan dari tanah liat,”ucapnya.
Wardi mengaku kepincut dengan berbagai manfaat yang terdapat dari hewan mungil tersebut. Saat itulah, dirinya mulai membuka peternakan jangkrik di Jalan Sinai Blok 04/1 samping Ulul Albab. “Awalnya saya mengontrak satu rumah dan saya memiliki dua kandang jangkrik.
Usaha untuk ternak jangkrik terus berkembang,”akunya. Kini Wardi memiliki 100 kandang jangkrik dan mengontrak dua rumah untuk digunakan sebagai tempat peternakan jangkrik. Dia menjelaskan, jangkrik yang ada dipeternakannya hanya dua jenis yakni Jangkrik Alam dan Genggong.
“Kalau Jangkrik Alam biasa digunakan untuk umpan burung dan ikan. Sedangkan Jangkrik Genggong digunakan untuk aduan,”terangnya.
Ternak Jangkrik sekaligus untuk mendukung pasokan makanan ke sejumlah gerai penjualan burung miliknya. Ada empat toko penjuaan burung milik Wardi, diantaranya di Jalan Imam Bonjol, Kelurahan Karawaci Kota Tangerang, Kelurahan Kota Bumi, Kecamatan Pasar Kemis, wilayah Perumnas I dan Jakarta.
“Burung suka sekali dengan jangkrik. Maka dari itu saya memiliki gagasan untuk membuka peternakan Jangkrik. Selain menghemat pengeluaran untuk pembelian jangkrik. Justru jangkrik yang saya ternak bisa menghasilkan pemasukan. Harga jangkrik dengan sistem ternak ini lebih murah,”tuturnya.
Guna memperbaharui informasi soal jangkrik, Wardi seringkali sharing dengan teman penjual jangkrik dan burung di Tangerang. Berkat kepiawaiannya ini omset yang didapat dari usahanya ini mencapai ratusan juta hingga 1 milyar/tahun.
“Namun, anak saya tidak ada yang tertarik dengan usaha ini, jadi saya tekuni sendiri saja. Sambil mengisi waktu,”pungkas pria yang sudah berusia 59 ini.
Perhatikan Usia Jangkrik
Beternak Jangkrik tak boleh asal-asalan. Kepiawaian seorang peternak sangat penting agar kualitas dapat terjaga. Salah satu kemampuan peternak yang utama yakni mengenali usia Jangkrik.
Wardi menuturkan, ada dua jenis Jangkrik yang diternak. Yakni Jangkrik Genggong dan Jangkrik Alam. Untuk Jangkrik Genggong, peternak bisa melakukan panen di usia atu bulan. Sedangkan Jangkrik Alam bisa dipanen dalam waktu di usia 40 hari.
“Usia jangkrik yang hendak dipanen tidak boleh lebih dari itu. Usia panen itu berkaitan dengan penjualan. Setelah panen, bisa langsung dipasarkan. Banyak peternak yang tidak mengetahui trik ini sehingga mereka gagal menjual jangkrik,”ungkap pria kelahiran Brebes tersebut. Menurut Wardi, saat ini harga pasaran Jangkrik cukup baik. Jangkrik per karung sebanyak 2000 ekor dijual senilai Rp 50 ribu.
“Sementara untuk harga eceran di pegadang luar Rp50 perak/ jangkrik. Selain bisa dijadikan pakan burung, jangkrik juga bisa untuk pakan ikan dan reptile,”kata Wardi. Untuk urusan makanan jangkrik, Wardi mengungkapkan, biasa menggunakan gedebok pisang, sawi, batang singkong dan pur. Namun, khusus untuk jangkrik yang masih kecil pur nya harus dihaluskan lebih dulu.
“Kendalanya ternak jangkrik biasanya suhu dan semut. Jadi harus diperhatikan betul kondisi peternakannya,”paparnya. Wardi juga mengaku saat ini hanya sedikit orang yang membeli jangkrik diatas usia panen untuk aduan atau sekedar mainan anak-anak. Untuk pemasaran jangkrik hasil ternaknya mencapai wilayah Tangerang dan sekitarnya.
“Bahkan dari Aceh ada yang sudah memesan dalam waktu dekat dia akan melihat ke peternakan saya. Selain itu, jangkrik ini dikonsumsi sendiri alias untuk burung-burung yang saya jual,”aku pria yang mempekerjakan 20 pegawai tersebut.
Pria yang selalu tampil sederhana ini juga memiliki filosofi bisnis tidak mengambil keuntungan banyak. Namun, lebih menekankan barang cepat terjual dan kualitas tetap bagus. Kemudian ditunjang juga dengan pegawai yang jujur dan ulet. (Sumber : Tempo/Satelit News)
=======================================
Hendrik, Naikkan Gengsi Jangkrik
Belasan kotak tripleks berukuran 1 x 1 x 0,5 meter terletak di
dalam rumah Hendrik Jaenudin (29). Kotak-kotak serupa juga bisa ditemui
di bagian ruangan lainnya. Dari dalam beberapa kotak terdengar derik
jangkrik yang biasanya hanya terdengar pada malam hari.
Kotak ini berisi jangkrik yang sedang bertelur, ujar Hendrik di rumahnya Blok Resi, Desa Tambi Lor, Kecamatan Sliyeg, Kabupaten Indramayu, Jawa Barat, Sabtu (8/7). Di Tambi Lor, nama Hendrik memang identik dengan jangkrik. Padahal, empat tahun lalu ia sama sekali tidak pernah bersentuhan dengan segala sesuatu yang terkait dengan jangkrik.
Kini jangkrik adalah binatang istimewa bagi Hendrik. Sebab, binatang bersuara nyaring itu telah menyelamatkan rumah tangga Hendrik dari tubir kehancuran. Sebelum menjadi peternak jangkrik, Hendrik bekerja sebagai tukang ojek di daerah asalnya, Arjawinangun, Kabupaten Cirebon. Namun, uang pendapatannya selalu habis untuk membayar sewa motor yang dipakainya ngojek dan untuk makan sendiri. Hendrik pun kerap tak pulang ke Indramayu karena merasa belum mendapat uang.
Bisa ditebak, istri Hendrik, Taniah (27), sering uring-uringan. Terlebih mereka sudah dikaruniai dua putri, Indriyani (10) dan Nur Maulida (6). “Istri mana yang tidak marah kalau suaminya begitu?” ujar Hendrik mengenang.
Atas usul pamannya, Hendrik banting setir beternak jangkrik. Ia mengawali usahanya dengan tiga kotak tripleks saja. Modal ia kumpulkan sedikit demi sedikit dari membantu bekerja di sebuah bengkel. Kotak pun ia buat dari kayu-kayu sisa.
“Telur jangkrik sangat mahal, yakni Rp 300.000 per kilogram atau Rp 5.000 per sendok kecil,” ujar Hendrik. Tak kurang akal, ia membeli jangkrik dewasa lalu dipelihara sebagai induk. “Beli jangkrik dewasa lebih murah, sekitar Rp 20 per ekor,” ujar Hendrik. Ia pun berupaya mencari pasar dengan menawarkan jangkrik kepada pedagang pakan di pasar-pasar burung. “Padahal, barangnya belum ada. Kalau mereka mau, jangkrik lalu saya carikan sampai luar Indramayu,” kata Hendrik. Di awal usahanya, Hendrik menggunakan sepeda onthel untuk berkeliling dari pasar ke pasar.
Beri semangat
Awalnya, banyak tetangga yang menertawakan usaha Hendrik. Namun, tetangga Hendrik yang bernama Dasma tidak henti memberi semangat kepada Hendrik. Pada Hendrik, Dasma memberitahukan dua kunci kesuksesan sebuah usaha, yakni kapasitas dan kontinuitas produksi.
Akhirnya, Hendrik pun berusaha merangkul tetangga-tetangganya untuk beternak jangkrik serta membantu pengadaan kotak dan bibit. Hendrik juga terbuka pada tata cara budidaya dan potensi ekonomi jangkrik. “Sebab, pasar sudah ada. Jadi jangkrik akan selalu terjual,” ujar Hendrik.
Upaya Hendrik tidak sia-sia. Para tetangga yang semula menertawakan balik tertarik untuk ikut membudidayakan jangkrik. Kini setidaknya ada 23 peternak jangkrik di Desa Tambi Lor yang kemudian bersatu dalam wadah kelompok Antena Mustika.
Dalam perkembangannya, beternak jangkrik diakui sebagai salah satu solusi masalah pengangguran terselubung yang banyak terdapat di Tambi Lor. Sebab, seorang peternak jangkrik tidak akan bisa menangani usahanya sendirian. Setidaknya, ia butuh tenaga untuk memilih jangkrik yang sudah siap panen dan yang masih harus tinggal di kotak. Bahkan, dalam kelompok Antena Mustika juga berkembang sistem pemasaran yang dilakukan oleh satuan tersendiri. “Mereka bertugas mengantar kantung-kantung jangkrik kepada para pedagang,” ujar Hendrik.
Jangkrik dimasukkan ke karung yang diberi daun pisang atau daun-daunan lain sebagai pelindung, kemudian diantar kepada pembeli. Jangkrik asal Tambi Lor pun dipasarkan hingga Subang dan Bandung dengan menggunakan jasa kereta api. “Saya selalu berpesan, kalau ditanya apa isinya, katakan saja isinya uang,” gurau Hendrik tertawa.
Namun, gurauan Hendrik ada benarnya. Sebab, satu karung yang berasal dari satu kotak setidaknya berisi 2,5 kilogram jangkrik. Dengan harga Rp 25.000 per kilogram, satu karung berarti uang Rp 50.000. Dikurangi biaya produksi sebesar Rp 30.000, petani mendapatkan keuntungan Rp 20.000. Jumlah ini memang kecil jika berdiri sendiri. Namun, kalikan dengan sekian kilogram jangkrik yang dihasilkan para peternak setiap minggu. Atau, kalikan dengan sekian kuintal jangkrik yang dihasilkan kelompok Antena Mustika. Jumlah yang sangat berarti untuk menopang ekonomi rumah tangga.
Sebagai ketua kelompok, Hendrik berusaha terus mengembangkan usaha ternak jangkrik. Ia tak segan-segan memberi bantuan kotak ataupun telur kepada mereka yang tertarik. Apalagi, peluang pasar jangkrik masih terbuka lebar. Saat ini produksi per minggu baru mencapai 35.000 ekor jangkrik. Padahal, permintaan mencapai 96.500 ekor per minggu. Bahkan, di luar itu masih ada peluang sebesar 200.000 ekor per minggu yang bisa digaet asal produksi bisa ditingkatkan.
“Modal memang masih menjadi kendala utama,” ujar Hendrik. Bersama kelompoknya, ia berupaya mencari tambahan modal. Namun, Hendrik berniat agar kelompok tidak bergantung pada pinjaman. Sebab, perkembangan kelompok hingga seperti sekarang pun sama sekali tanpa bantuan modal dari luar.
Sumber: Kompas.
Kotak ini berisi jangkrik yang sedang bertelur, ujar Hendrik di rumahnya Blok Resi, Desa Tambi Lor, Kecamatan Sliyeg, Kabupaten Indramayu, Jawa Barat, Sabtu (8/7). Di Tambi Lor, nama Hendrik memang identik dengan jangkrik. Padahal, empat tahun lalu ia sama sekali tidak pernah bersentuhan dengan segala sesuatu yang terkait dengan jangkrik.
Kini jangkrik adalah binatang istimewa bagi Hendrik. Sebab, binatang bersuara nyaring itu telah menyelamatkan rumah tangga Hendrik dari tubir kehancuran. Sebelum menjadi peternak jangkrik, Hendrik bekerja sebagai tukang ojek di daerah asalnya, Arjawinangun, Kabupaten Cirebon. Namun, uang pendapatannya selalu habis untuk membayar sewa motor yang dipakainya ngojek dan untuk makan sendiri. Hendrik pun kerap tak pulang ke Indramayu karena merasa belum mendapat uang.
Bisa ditebak, istri Hendrik, Taniah (27), sering uring-uringan. Terlebih mereka sudah dikaruniai dua putri, Indriyani (10) dan Nur Maulida (6). “Istri mana yang tidak marah kalau suaminya begitu?” ujar Hendrik mengenang.
Atas usul pamannya, Hendrik banting setir beternak jangkrik. Ia mengawali usahanya dengan tiga kotak tripleks saja. Modal ia kumpulkan sedikit demi sedikit dari membantu bekerja di sebuah bengkel. Kotak pun ia buat dari kayu-kayu sisa.
“Telur jangkrik sangat mahal, yakni Rp 300.000 per kilogram atau Rp 5.000 per sendok kecil,” ujar Hendrik. Tak kurang akal, ia membeli jangkrik dewasa lalu dipelihara sebagai induk. “Beli jangkrik dewasa lebih murah, sekitar Rp 20 per ekor,” ujar Hendrik. Ia pun berupaya mencari pasar dengan menawarkan jangkrik kepada pedagang pakan di pasar-pasar burung. “Padahal, barangnya belum ada. Kalau mereka mau, jangkrik lalu saya carikan sampai luar Indramayu,” kata Hendrik. Di awal usahanya, Hendrik menggunakan sepeda onthel untuk berkeliling dari pasar ke pasar.
Beri semangat
Awalnya, banyak tetangga yang menertawakan usaha Hendrik. Namun, tetangga Hendrik yang bernama Dasma tidak henti memberi semangat kepada Hendrik. Pada Hendrik, Dasma memberitahukan dua kunci kesuksesan sebuah usaha, yakni kapasitas dan kontinuitas produksi.
Akhirnya, Hendrik pun berusaha merangkul tetangga-tetangganya untuk beternak jangkrik serta membantu pengadaan kotak dan bibit. Hendrik juga terbuka pada tata cara budidaya dan potensi ekonomi jangkrik. “Sebab, pasar sudah ada. Jadi jangkrik akan selalu terjual,” ujar Hendrik.
Upaya Hendrik tidak sia-sia. Para tetangga yang semula menertawakan balik tertarik untuk ikut membudidayakan jangkrik. Kini setidaknya ada 23 peternak jangkrik di Desa Tambi Lor yang kemudian bersatu dalam wadah kelompok Antena Mustika.
Dalam perkembangannya, beternak jangkrik diakui sebagai salah satu solusi masalah pengangguran terselubung yang banyak terdapat di Tambi Lor. Sebab, seorang peternak jangkrik tidak akan bisa menangani usahanya sendirian. Setidaknya, ia butuh tenaga untuk memilih jangkrik yang sudah siap panen dan yang masih harus tinggal di kotak. Bahkan, dalam kelompok Antena Mustika juga berkembang sistem pemasaran yang dilakukan oleh satuan tersendiri. “Mereka bertugas mengantar kantung-kantung jangkrik kepada para pedagang,” ujar Hendrik.
Jangkrik dimasukkan ke karung yang diberi daun pisang atau daun-daunan lain sebagai pelindung, kemudian diantar kepada pembeli. Jangkrik asal Tambi Lor pun dipasarkan hingga Subang dan Bandung dengan menggunakan jasa kereta api. “Saya selalu berpesan, kalau ditanya apa isinya, katakan saja isinya uang,” gurau Hendrik tertawa.
Namun, gurauan Hendrik ada benarnya. Sebab, satu karung yang berasal dari satu kotak setidaknya berisi 2,5 kilogram jangkrik. Dengan harga Rp 25.000 per kilogram, satu karung berarti uang Rp 50.000. Dikurangi biaya produksi sebesar Rp 30.000, petani mendapatkan keuntungan Rp 20.000. Jumlah ini memang kecil jika berdiri sendiri. Namun, kalikan dengan sekian kilogram jangkrik yang dihasilkan para peternak setiap minggu. Atau, kalikan dengan sekian kuintal jangkrik yang dihasilkan kelompok Antena Mustika. Jumlah yang sangat berarti untuk menopang ekonomi rumah tangga.
Sebagai ketua kelompok, Hendrik berusaha terus mengembangkan usaha ternak jangkrik. Ia tak segan-segan memberi bantuan kotak ataupun telur kepada mereka yang tertarik. Apalagi, peluang pasar jangkrik masih terbuka lebar. Saat ini produksi per minggu baru mencapai 35.000 ekor jangkrik. Padahal, permintaan mencapai 96.500 ekor per minggu. Bahkan, di luar itu masih ada peluang sebesar 200.000 ekor per minggu yang bisa digaet asal produksi bisa ditingkatkan.
“Modal memang masih menjadi kendala utama,” ujar Hendrik. Bersama kelompoknya, ia berupaya mencari tambahan modal. Namun, Hendrik berniat agar kelompok tidak bergantung pada pinjaman. Sebab, perkembangan kelompok hingga seperti sekarang pun sama sekali tanpa bantuan modal dari luar.
Sumber: Kompas.